Malam minggu yang
menyebalkan bagi Vina karena hari spesial seketika berubah menjadi hari
buruknya. Tak ada kekasih yang memberikan perhatian lebih. Rizal sahabatnya pun
sedang pergi bermain sepak bola. Hanya Uwi yang selalu setia menemaninya. Malam
minggu kali ini, Vina murung dikamar Uwi sembari membuka jejaring sosial dan
melihat-lihat foto kekasihnya bersama penggemar Ravi.
“Kamu nggak cemburu
melihat semua itu? Udah penggemarnya genit-genit lagi.” Tanya Uwi pada Vina
yang hanya dibalas dengan senyuman tipis. Sebenarnya Uwi tahu apa yang
dirasakan sahabatnya saat ini.
“Kalau boleh ngasih
saran, kamu putus aja deh sama Ravi” Lanjut Uwi.
“Hah?!!” Vina kaget dan
tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sahabatnya barusan.
“Yaa putus. Aku nggak
suka melihatmu terus-terusan murung gara-gara pacarmu yang nggak peka ituu!”
“Taa... tapiii….” Bibir
Vina mulai bergetar dan matanya mulai berkaca-kaca.
“Tapi apa? Kamu masih
mencintainya? Atau bahkan sangaaatt mencintainya? Hei please Vin, masih ada lelaki yang lebih baik darinya. Dia
mengecohkanmu! Apa itu yang dinamakan kekasih yang baik dan perhatian? Enggak
kan?! Bahkan dia meladeni fansnya dengan baik, sedangkan kekasihnya sendiri?
Diabaikan!” Kata Uwi panjang lebar yang membuat Vina menundukkan wajahnya yang
mulai meneteskan air matanya.
“Sekarang lihat aku,
kamu telah dibutakan oleh cinta. Pria yang baik tidak akan membuat kekasihnya
kecewa, bahkan meneteskan air mata kesedihan seperti ini. Dulu memang dia sibuk
latihan sepak bola, tapi sekarang Ravi sudah terkenal layaknya artis, itu
mungkin salah satu alasan yang membuatnya berubah. Ia bisa dengan bebas
memacari gadis manapun yang ia mau. Aku bicara seperti ini bukan karena ingin
memanas-manasimu, hanya saja aku tak ingin melihat sahabatku menangis, aku tak
ingin ada orang yang menyakitimu.” Jelas Uwi panjang lebar sambil meletakkan
kedua tangannya dipipi Vina yang mukanya sempat tertunduk untuk diangkatnya
agar mereka beradu pandang, lalu memeluk sahabatnya dan membiarkan sahabatnya
itu menangis dibahunya.
“Menangislah, jika
memang itu yang membuatmu lega. Tapi jangan terlalu larut dalam kesedihan,
jangan terlihat lemah dihadapan pria. Kamu harus menunjukkan bahwa kamu adalah
gadis yang kuat. Lebih baik segera usap air matamu, mari kita sholat untuk
mengadu kepada-Nya. Kepada Allah lah tempat yang paling nyaman untuk kita
mengadu dan mencurahkan semua isi hati kita. Sholat dan berdoalah dengan
sungguh-sungguh.” Lanjut Uwi menenangkan yang disambut dengan senyum dan
anggukan Vina yang mulai mengusap air matanya.
Usai sholat, Uwi
mengantar Vina pulang kerumahnya. Payahnya, saat dijalan ia bertemu dengan Rena
teman satu kelasnya yang selalu iri dengan hubungan Vina dan Ravi. Rena dulu
sering ngejar-ngejar Ravi tapi tak digubris oleh Ravi. Malah Ravi menjadikan
Vina yang awalnya adek kelas plus sahabatnya menjadi kekasihnya.
“Hai! Hai! Haiii!! Oh
hei, kamu kenapa Vin? Habis nangis yaa? Jangan-jangan kamu habis dari rumah
Ravi trus diputus dan alhasil jadi nangis gini ya? Aduh kasiaan yang sekarang
malam minggunya nggak ditemenin sama Ravi lagii, eh Ravi nya malah malam
mingguan sama akuuu. Ahaha, tau gak? Nggak tau yaa? Bbm ku dibales loh sama
Raviii wekk” Rena tertawa puas melihat mata bengap Vina saat ia menyondongkan
tubuhnya mendekati Vina untuk memastikan bahwa Vina habis nangis dan
menjulurkan lidahnya bermaksud mengejek Vina. Tapi Vina tak meladeninya, ia
menahan air matanya agar tak terjatuh membasahi pipinya, sembari berjalan lurus
meninggalkan Rena yang masih tertawa puas.
“Jangan pedulikan orang
gila ituu. Pastilah dia berbohong.” Uwi menenangkan Vina.
“Kamu pulang saja, aku
bisa pulang sendiri kok.” Pinta Vina yang tampak ingin sendiri menenangkan
hatinya.
“Kenapa? Jangan bilang
kamu ingin nangis dijalan. Lagi pula kamu sendirian kan dirumah? Orang tuamu
masih diluar kota kan? Biarkan aku menginap dirumahmu.”
“Kumohon, tinggalkan
aku sendiri.” Akhirnya Uwi menuruti apa yang diinginkan sahabatnya itu.
Ω
Ω Ω
Sesampainya dirumah, ia
mendapati secarik kertas didepan pintu rumahnya. Didalam kertas itu bertuliskan
“Saranghae Lee Sang In, I love You, Aishiteru, Wo Ai Ni, Aku Tresno Marang Sliramu,
dan Aku benar-benaaarr mencintaiuuu. Kutunggu kamu ditaman pukul 20:00, kuharap
kamu bersedia untuk datang. #DenganHangat (Kang Yong Jin)”
“Hah? Siapa Lee Sang In? Aku?
Bukankah nama Koreaku Shin Neul Young?”
Setelah membaca isi didalam kertas itu dengan tampang heran, Vina kemudian lari
kedalam kamarnya dan menyambar laptopnya untuk disambungkan dengan internet.
“Pasti ada cara lain mencari nama Korea tanpa menggunakan nama panjang!”
Vina ngomong sendiri sembari menyentuh tombol keyboard dilaptopnya dengan
lincah.
“Nah! Ini dia! Mencari nama Korea kita
tidak hanya lewat nama panjang kita saja, akan tetapi kita dapat mencarinya
lewat tanggal lahir kita. Nama di urutkan dari angka terkahir Tahun,
Bulan, dan Tanggal kelahiran.” Vina komat-kamit membaca artikel yang ada
dilayar monitor laptopnya. Akhirnya ia menemukan cara lain mendapatkan nama
Korea.
Vina mulai menggerakkan mouse yang ia
sambungkan dilaptopnya, menggeser artikel itu kebawah dan keatas lagi, begitu
seterusnya. Ia mencoba mencari nama Korea nya dengan cara yang ia temukan
barusan. Benar saja, nama Lee Sang In sesuai dengan tanggal lahirnya,
yaitu 21 Juni 1997. Lalu Vina mulai mencoba nama Kang Yong Jin.
“Kang itu angka terakhir tahunnya
xxx5. Yong itu diambil dari bulan pertama, sedangkan Jin ituu terletak
ditanggaaaal 8. Berarti 8 Januari tahuun? Karena tahun lahirku 1997,
kemungkinan besar tahun si S.A ini tahun 1995. Kalau dugabungkan
menjadi tanggal 8 Januari 1995. Hah?!!! Bukankah itu tanggal kelahiraaaaann….”
Vina tampak kaget setelah berhasil menemukan tanggal lahir dari nama Korea
tersebut. Ia langsung berlari menuju meja belajarnya. Ia menggeledah, dan
mengobrak-abrik semua benda yang tersimpan didalam lacinya itu. Sampai ia
menemukan benda yang ia cari, ia kembali menuju kasur dimana laptopnya itu
masih menyala dan kembali memaksakan jari-jemarinya menekan tombol-tombol
dikeyboard laptopnya.
Kali ini Vina tak lagi membuka
artikel, melainkan membuka situs jejaring sosial “YM” Yahoo Messenger. Ia
membuka akun YM-nya dan mencari nama ID yang tertera dikertas si S.A nya
itu. Saat Vina berhasil menemukan nama ID YM itu, Vina melongo kaget.
“Foto ituuuu….”
Seketika itu juga Vina langsung
mematikan laptopnya dan menyambar jaket dialmarinya lalu berlari keluar menuju
taman yang diminta oleh si S.A. Tapi ia tak mendapati seorangpun ketika ia
sampai ditempat yang ia tuju. Padahal waktu menunjukkan pukul 20:15, Vina hanya
telat 15 menit dari waktu yang diminta si S.A itu. Cuaca malam itu
sangat tak mendukung, mendung! Satu jam Vina menunggu ditaman, tapi tak ada
seorangpun yang datang menemui Vina malam itu, bahkan ia terguyur hujan sampai
badannya menggigil. Karena merasa tak tahan lagi, akhirnya Vina memutuskan
untuk menelpon Uwi agar sahabatnya itu mau menjemputnya.
Hujan semakin deras, mobil sedan
berwarna putih mendekat kearah diamana Vina berdiri seorang diri dibawah
penerangan lampu dipinggir jalan yang badannya tampak menggigil terguyur hujan.
Uwi segera keluar mobil dengan payung seadanya untuk menjemput Vina dan segera
membawanya masuk kedalam mobil. Uwi segera melajukan mobilnya menuju arah pom
bensin dan segera menepikan mobil sedannya itu agar Vina bisa berganti pakaian
terlebih dahulu disana. Usai berganti pakaian, Uwi langsung mengintrogasi
sahabatnya itu yang tadinya memintanya untuk meninggalkan Vina, eh pada
akhirnya ia mendapati sahabatnya dengan basah kuyup.
“Kamu ini kenapa sih? Gila apa
hujan-hujanan ditaman, sendirian lagi. Jangan terlalu larut dengan kegalauanmu
ituuu doong.” Tanya Uwi heran dengan tingkah gilaa sahabatnya.
“Aku hanya menemui Ravi.”
“Haa? Apa katamu?”
“Ravi menyuruhku menemuinya ditaman
pukul 20:00. Dan aku telat 15 menit. Ternyata S.A yang berinisial “R”
itu Ravi.”
“Jangan membuat lelucon konyol!
Bagaimana kamu bisa tahu jika itu Ravi?!”
“Aku terpancing dengan surat yang ia
kirim tadi saat aku pulang dari rumahmu.” Vina menjelaskan panjang lebar
kejadian yang sebenarnya terjadi padanya saat ia pulang dari rumah sahabatnya
tadi.
“Jadi tanggal 8 Januari 1995 itu
adalah tanggal lahir Ravi, dan foto yang ia pajang di “YM” itu adalah foto dia
bareng aku waktu pertama kali aku jadian dengannya. Dan aku ingat waktu Rena
bilang Jangan-jangan kamu habis dari rumah Ravi trus diputus dan alhasil
jadi nangis gini ya? Jadi aku fikir Ravi pulang tapi nggak ngasih kabar ke
aku.” Tambah Vina.
“Hei, kamu itu terlalu polos. Bisa
saja kan si S.A itu penggemar abal-abalmu. Bisa aja itu Rena yang
pura-pura menjadi S.A, dia kan juga pemilik nama dengan inisial “R”, dia
juga selalu syirik sama hubunganmu dengan Ravi bukan? Trus yang “YM” itu bisa
jadi akun palsu. Lagi pula foto itu pernah kamu unggah di twitter bukan?
Pastilah bisa dengan mudah diambil orang lain. Trus Rena bilang kayak gitu tadi
sengaja memancingmu. Apa kamu nggak mikir begitu? Rena itu licik, dia juga
K-Poppers. Pastilah dengan mudah ia akan mengakalimu. Seumpama itu benar Ravi,
kenapa dia nggak datang menemuimu ditaman? Padahal dia sendiri bukan yang
meminta?” Jelas Uwi panjang lebar. Tapi Vina masih agak ganjal. Entah kenapa
perasaan Vina berkata lain sekalipun apa yang diucapkan Uwi memang benar-benar
masuk akal.
“Kamu lapar bukan habis hujan-hujanan?
Makan dulu yukk. Sambil nyari yang hangat-hangat.” Ajak Uwi, dan Vina hanya
menganggukkan kepalanya. Tak lama kemudian Uwi memarkirkan mobilnya disebuah
restoran dengan cahaya remang-remang yang pantasnya didatangi oleh sepasang kekasih
yang sedang dimabuk cinta.
“Nggak salah ni milih restoran” Tanya
Vina heran.
“Nggaakk, udah kepepet nih laper
bangeet. Ayo masuk, kebelet buang air kecil juga nih.”
Setelah masuk kedalam restoran
tersebut, mereka tak langsung memesan, hanya saja Uwi ijin kekamar mandi
sebentar. Didalam keheningan suasana restoran tersebut, tiba-tiba terdengar
suara yang tak asing bagi Vina yang dilengkapi dengan alunan sebuah gitar.
Mianhaeyo Chagi.. Mianhaeyo Chagi..
Jeongmal mianhae.. Jeongmal mianhae..
Saranghaeyo Chagi..
Dan aku kan menjadii…
Belahan jiwaaa.. Seorang Vinaaaa…
Hingga akhir waktuuu…
Kira-kira nadanya seperti ini, klik play yaa..
“Maafkan aku karena telah mencintaimu
sayang, karena aku telah mencintaimu, maka aku akan menjadi belahan jiwamu
hingga akhir waktuku. In syaa Allah. Aamiin” Kata pria yang tiba-tiba muncul dari
arah belakang Vina yang saat ini telah berada dihadapan kekasihnya itu.
Sedangkan Vina mengangkat kedua tangannya untuk mendekap hidung dan mulutnya
karena menahan suara yang tampak akan menangis dan mata yang berkaca-kaca yang
seolah membiarkan air matanya jatuh melewati jalur yang semestinya karena air
mata itu adalah air mata bahagia karena tak menyangka dengan apa yang ada
dihadapannya saat ini. Seorang pangeran yang ia nantikan sejak lama akhirnya
datang menemuinya kembali.
“Lagu ituuu.. Bagaimana kamu
bisa mengetahuinya?” Vina beranjak dari tempat duduknya, dan bertanya dengan
mulut yang gemetar dan degup jantungnya berdegup cukup cepat seperti saat Ravi
menembaknya dulu. Ravi langsung mendekap kekasihnya kedalam pelukannya sembari
menjelaskan dengan membisikkan ketelinga kekasihnya itu.
“Reff lagumu. Yaa.. Aku sedikit
memanipulasinya. Aku mendapatkannya dari Rizal, ia merekamkan lagu itu untukku
saat kamu menyanyi diruang lab musik sekolahmu. Jika lagu itu kamu persembahkan
untuk Yesung Oppa-mu, kini aku merubahnya menjadi Vina Chagi-ku. Dan
jika kamu akan menjadi Ever Lasting Friend untuk idolamu Till
the end of time, aku juga tak mau kalah, maka aku akan menjadi Belahan
Jiwamu hingga akhir waktu juga. Daaann Happy anniversary untuk
kita berdua, nggak nyangka yaa udah tanggal 3 November 2013. Udah setahun kita jadian.
Maafkan atas segala sikapku yang kerap menyakitimu dan membuat batinmu terluka”
Kata Ravi yang seakan tak mau kalah dengan Yesung idola Vina yang selalu Vina
banggakan. Dan Vina semakin merapatkan mulutnya karena air matanya mengalir
deras membasahi baju Ravi dan mengepalkan tangannya kebaju Ravi dengan erat
karena mencoba menahan tangisnya agar tak terdengar keras. Bahkan Ravi semakin
mendekapnya, dan enggan untuk melepaskan pelukannya.
“Woiii!!! Disini ada orang, hargai
kita dooong!” Selang beberapa menit, terdengar suara Rizal dan Uwi protes yang
memecahkan suasana saat Ravi dan Vina melepas rindu, dan mereka langsung
melepas pelukan mereka dan Vina segera menghapus air matanya. Seketika itu,
Ravi mengeluarkan seekor kura-kura didalam rumah kacanya lalu diberikan pada
Vina.
“Ini untukmu chagi, kamu pasti
tahu kenapa aku memberikan hadiah ini untukmu. Maaf ini bukan kura-kura yang
seperti milikmu dulu.”
“Terimakasih, aku akan merawatnya, aku
tak akan seceroboh dulu. Bahkan kura-kura ini lebih spesial dari dulu,
karena chagiya ku sendiri yang memberikannya untukku. Kurasa raVIna (Ravi
Vina) adalah nama yang tepat untuk kura-kura ini.” Vina menarik simpul senyum
dan menerima kado yang diberikan kekasihnya itu. Tapi Ravi seolah mengeluarkan
sebuah bola sepak bola yang dipegang dengan kedua tangannya dihadapan Vina.
“Nama yang bagus. Tapi, jika aku
memberikanmu pilihan dengan barang ini, apakah kamu tetap akan memilih
kura-kura itu?” Seolah menyetujui nama kura-kura itu yang diambil dari gabungan
nama mereka merdua dan mangajukan pilihan.
“Kamu pasti tahu jawabannya bukan?
Pasti aku akan memilih bola itu, dan merawat kura-kura ini hingga tumbuh besar.
Lebih tepatnya, aku akan memilihmu menjadi belahan jiwaku dan tetap akan
menjadikan Yesung menjadi idolaku. Kamulah yang menduduki posisi pertama
didalam hatiku, sekalipun Yesung juga tak akan tergantikan oleh siapapun. Dia
hanya sekedar idola, dan tak sepantasnya kamu cemburu padanya.” Vina memberikan
jawaban yang diinginkan kekasihnya itu sembari mengambil bola sepak bola dari
tangan Ravi.
“Ciieeeee, ehem ehem!!” Rizal dan Uwi
beredehem secara bersamaan.
“Apaan sih ganggu aja nih duo
pengrecok!” Timpuk Ravi pada duo pengrecok itu.
“Eits, harusnya kalian terima kasih
dong sama kita, malah dibilang duo pengrecok lagi. Kalo nggak ada kita nggak
akan sukses ini rencana.” Protes Uwi menghindar dari tangan Ravi yang mencoba
menimpuknya, ia tak terima dijuluki duo pengrecok bareng Rizal. Dan Rizal
mengangguk setuju dengan apa yang dibilang Uwi.
“Jadi ini semua kerjaan kalian? Kalian
sekongkol?! Bagaimana dengan S.A ituu? Dan kamu Ravi, kamu sengaja nggak
ngrespon semua perhatian yang aku kasih ke kamu?” Tanya Vina bingung.
“Eeeeh jangan marah duluuu. Nggak kok
nggak. Rizal aja nih yang bersekongkol. Aku baru tadi siang kok dikasih tahu
saat Rizal dan Ravi main kerumahku. Yaa aku terpaksa, kan biar surprise dihari
jadi kalian yang genap satu tahun ini.” Jelas Uwi tak mau dianggap licik oleh Vina
“Maafkan aku chagi, selama ini
aku benar-benar sibuk latihan sepak bola, dan aku mencoba mempelajari bahasa
Korea karenamu. Sebagai kekasih tak sepantasnya aku melarangmu menyukai apapun
yang kamu mau. Seharusnya aku mendukungmu layaknya kamu juga mendukungku
bermain sepak bola. S.A itu aku, aku mengirimkan pesan ke Rizal, dan Rizal lah
yang menuliskan surat itu dan menaruhnya didepan rumahmu. Dan tentang aku tak
membalas semua pesanmu itu, aku sengaja. Ini semua ide konyol dari Rizal,
setelah aku fikir-fikir menarik juga. Yaa makanya aku menurutinya. Rasanya gak
betah sih nahan diri untuk nggak berkomunikasi denganmu, tapi aku suka dengan
caramu yang selalu memberikan dukungan untukku. Walaupun jarak kita terbentang
jauh, rasanya kamu selalu ada didekatku dengan perhatian kecilmu itu. Makanya
aku selalu menyempatkan diri belajar bahasa Korea agar bisa mendukungmu juga.
Jadi kita impas chagi. Dan masalah hujan itu, itu bukan merupakan bagian
dari rencana, itu adalah cara kerja semesta yang menjalankan tugas dari-Nya.
Maafkan aku, karna aku badanmu jadi menggigil” Ravi menjelaskan panjang lebar
agar tidak terjadi kesalah pahaman dan melepaskan jaket yang ia kenakan untuk
dipakaikan kepada kekasihnya yang masih tampak kedinginan.
“Nggakpapa, aku malah bersyukur dengan
semua ini. Dan buat kamu Rizal, kamu ternyata licik juga yaa, tapi terima kasih
juga untuk semuanya.” Ucap Vina berterima kasih dengan rasa gambira.
“Haha iya sama-sama. Anggap saja
ini perwujudan balas dendamku karena cintaku yang sempat kamu tolak dulu.”
Semuanya telah terungkap, ternyata
Ravi sang pemilik sikap cuek bisa luluh dihadapan orang yang benar-benar ia
cintai. Bahkan ia mau melakukan hal yang ia benci demi orang yang dicintai
dengan tulus.
Sebenarnya dalam berpacaran tak
seharusnya terdapat hal negatif. Saling men-support satu sama lain itu
perlu. Menanti disaat hati benar-benar rapuh dengan melatih kesabaran yang
didasari dengan pikiran yang positif dan saling percaya.
-SELESAI-