Jatuh Cinta Pada
Pandangan Pertama
Seorang pria lari
terbirit-birit memasuki gerbang sekolah, menelusuri koridor dan terus berlari
hingga ia menemukan beberapa bangku dengan kursi panjang. Nafasnya tak
beraturan, seketika itu ia langsung
duduk disalah satu kursi panjang untuk menenangkan dirinya. Ia takut ada yang
melihat tingkahnya tadi dan dikatakan pecundang hanya karena tak berani
menghadapi orang gila yang baru saja mengejarnya diluar area sekolah barunya
itu. Belum sempat ia mengatur nafasnya kembali normal, ia dikagetkan oleh
seorang gadis yang tiba-tiba muncul dari bawah meja yang ia tempati.
“Wooo!!” Pria itu
nyaris jatuh dari tempat duduknya.
“Hei! Apa yang kamu
lakukan dibawah meja tadi?! Kamu bahkan nyaris membuatku terjatuh!” Lanjut pria
itu dengan tampang kesal. Tetapi gadis itu hanya diam saja dan langsung duduk
disebelah pria tersebut sambil menghela nafas kecewa seolah mengabaikan pria
yang tanpa sengaja dikagetkannya barusan.
“Hei, ada apa denganmu?
Kamu bahkan mengacuhkan pertanyaanku?” Pria itu memelankan volume suaranya
karena melihat raut wajah gadis tersebut menggambarkan raut wajah kusut seperti
ada masalah.
“Penaku hilang.” Jawab
gadis itu singkat.
“Apa? Hanya karena
sebuah pena kamu menjadi tampak murung begini?” Tanya pria itu seolah tak
percaya, hanya kerena sebuah pena gadis itu menekuk wajah cantiknya itu menjadi
kusut seperti belum disetrika. Tapi pria itu salah, gadis itu murung bukan
hanya penanya yang hilang, melainkan karena kura-kura kesayangannya juga hilang.
Tadi malam gadis itu mendapati rumah kaca kura-kuranya telah pecah berserakan
dilantai kamarnya, payahnya kura-kura yang ia beri nama Ddangkoma persis seperti nama kura-kura peliharaan idolanya itu
telah hilang entah kemana. Gadis itu telah mencarinya keseluruh ruangan, tapi
hasilnya nihil. Kura-kura yang sama persis dengan kura-kura Yesung idolanya itu benar-benar
menghilang.
“Tinggal beli lagi kan
bisa.” Pria itu asal ceplos memberi saran.
“Mahal, kura-kura itu
hadiah ulang tahunku dari kedua orang tuaku. Mereka membelinya di Korea, bahkan
jenis kura-kura itu sama persis dengan kura-kura milik Yesung idolaku.”
“Korea? Kamu bahkan tak
mencintai produk dalam negeri. Hei, di Indonesia ada banyaaak jenis kura-kura.
Tinggal milih sesuka hati. Apa yang kamu banggakan dari Korea? Siapa tadi
idolamu? Yesung? Orang Korea juga? Pakaian mini-mini gitu kamu sukai?”
“Hei! Setiap orang
memiliki persepsi yang berbeda-beda bukan? Jangan memandang Negara Korea dari
hal negatifnya saja, pandanglah dari segi positifnya. Aku hanya ingin memiliki
apa yang idolaku miliki. Aku ingin memiliki suara emas seperti idolaku tapi
nyatanya suaraku datar-datar saja. Setidaknya aku memiliki kura-kura yang sama
dengan kura-kura milik idolaku.”
“Yang kamu ingin belum
pasti yang terbaik untukmu, jadi diri sendiri lebih baik.” Usai mengucapkan hal
itu, pria tersebut langsung pergi begitu saja tanpa pamit terlebih dahulu pada
gadis tersebut. Gadis yang memiliki nama panjang Vina Nur Jayanti yang kerap
disapa dengan Vina itu adalah seorang K-Poppers. Ia memiliki postur tubuh yang
pas, berkulit putih, rambut sebahu, serta pemilik mata yang lentik.
Yesung
member boyband Super Junior asal Korea itu adalah nama idolanya. Yesung mampu
mencuri hati Vina saat ia menunjukkan perfoma terbaiknya diatas panggung dan
menyanyikan lagu bersama member Super Junior yang lain dengan suara emasnya yang
mampu menggetarkan hati Vina. Yesung sang pemilik tingkah konyol yang mampu
membuat Vina tertawa meledak-ledak saat Vina menonton tingkah idolanya lewat
video-video yang diunduhnya lewat Youtube.
Beruntungnya, gadis
yang bernama Vina itu memiliki dua sahabat yang selalu men-supportnya untuk menjadi seorang K-Poppers dan selalu setia
mendengarkan curhatan Vina tentang Yesung idolanya tersebut, sekalipun kedua
sahabatnya itu bukan seorang K-Poppers. Sebut saja namanya Rizal dan Uwi. Bagi
Vina, Rizal adalah seorang sahabat yang memiliki tampang ala Chinese yang
selalu mengerti Vina dan men-support
apa yang Vina selalu inginkan. Rizal adalah seorang kipper. Ia juga mengikuti
pelatihan sepak bola didiklat Salatiga. Sedangkan Uwi ialah seorang sahabat
yang blak-blakan dalam hal apapun, baik hati dan tak mau melihat sahabatnya
terluka.
Ω
Ω Ω
KRIIINGG..
KRIIIIIIING..
Pukul 07:00 bel sekolah
berbunyi dengan nyaring, itu tandanya kegiatan belajar mengajar telah dimulai.
Banyak siswa yang berhamburan masuk kedalam kelas mereka masing-masing. Vina
melambaikan tangan kepada kedua sahabatnya ketika sampai didepan ruang XI2 dan
segera memasuki ruangan tersebut. Sedangkan Rizal dan Uwi melanjutkan
langkahnya menuju ruang kelas XII2 yang berada disamping ruang kelas Vina. Vina
lebih muda satu tahun dari kedua sahabatnya tersebut, sehingga ia menjadi adik
kelas Rizal dan Uwi.
Saat anak kelas XII2
sedang asik mengikuti pelajaran jam pertama, tiba-tiba ada suara ketukan pintu
yang mengalihkan perhatian mereka dari papan tulis menjadi tertuju pada sosok
pria tampan yang berdiri diambang pintu dengan seragam putih abu-abu yang
tertata rapi, tak kalah juga dengan rambutnya yang berwarna hitam yang berdiri
keatas akibat gel-nya, serta tas
berwarna biru yang berada dibalik punggungnya. Semua mata tertuju padanya,
sebagian besar siswi kelas XII2 memasang tampang melongo karena kagum dan
terpesona dengan parasnya. Tanpa banyak basa-basi, Bu Tika guru mapel dikelas
Rizal dan Uwi itu langsung menyuruh pria itu masuk dan memperkenalkan diri
didepan kelas, dihadapan semua murid kelas XII2.
“Hai semua, perkenalkan
namaku Ravi Murdianto pindahan dari Yogyakarta. Kalian bisa memanggilku Ravi.
Sekian terima kasih.” Begitu singkat perkenalan yang ia sampaikan dengan nada
cuek. Sekalipun demikian, ada saja yang menanggapinya dengan genit, dan kepo.
Ada yang tanya nomor hp, alamat, sudah mempunyai pacar atau belum, serta ada
yang minta pin BB dan lain sebagainya. Tapi pertanyaan itu tak begitu
dihiraukan pria yang bernama Ravi tersebut. Usai memperkenalkan diri, ia
menuruti perintah bu Tika untuk duduk disebelah Rizal. Beruntung sekali ia satu
bangku dengan Rizal, karena kebetulan Rizal adalah teman Ravi ditempat latihan
sepak bolanya, tepatnya didiklat Salatiga. Jadi tak perlu banyak berkenalan
karena mereka sudah saling kenal, bahkan telah mengenal sifat dan karakter
masing-masing.
Aktivitas belajar
mengajar telah mereka ikuti, walaupun tak sedikit siswa yang menyempatkan
melirik Ravi sang murid baru itu disela-sela pelajaran berlangsung. Saat
istirahat kedua tiba, Rizal buru-buru mengajak Ravi keluar kelas menuju taman
sekolah sebelum Ravi dikerumuni teman-temannya yang diajukan berbagai
pertanyaan yang tak bermutu seperti disaat istirahat pertama tadi. Sedangkan
Uwi menghampiri Vina terlebih dahulu lalu menyusul Rizal dan Ravi ketaman.
Karena Uwi juga satu
kelas dengan Ravi, pastilah mereka sudah saling kenal sejak pertama tadi. Hanya
Vina yang belum mengenal Ravi, teman baru dari Rizal dan Uwi. Sesampainya
ditaman, Rizal mengenalkan Vina kepada Ravi.
“Oh kamu yang namanya
Vina Nur Jayanti. Seorang K-Poppers yang tadi pagi galau karena kehilangan pena
dan kura-kuranyaaa.” Dengan nada sedikit menyindir.
“Iya! Kenapa memang?
Ada masalah?!! Dari pada kamu nggak sopan banget, pergi seenaknya aja tanpa
pamit terlebih dahulu.”
“Hei nyantai aja lagi,
kan aku sekedar tanya.”
“Kamu K-Poppers juga?
Kok tahu Vina anak K-Poppers juga?” Tanya Uwi penasaran.
“Nggak. Rizal sering
cerita tentang sahabatnya.” Jawab Ravi singkat.
Selama istirahat
berlangsung, mereka telah saling mengenal lebih dekat. Ravi dan Vina yang
awalnya kaku, akhirnya dapat lebur juga hatinya berkat Rizal. Ravi yang
menampakkan sifat cueknya akhirnya dapat tertawa lepas karena sifat blak-blakan
Uwi dalam membuat lelucon. Ravi dan Vina sempat saling mencuri pandang, tapi
segera mengalihkan pandangannya ketika mata mereka bertemu satu sama lain.
Pukul 13:30 adalah
waktu dimana semua siswa mengemasi semua peralatan sekolahnya tanda pelajaran
telah usai. Seperti biasa, Rizal, Vina dan Uwi pulang bareng dengan berjalan
kaki untuk pulang menuju rumah mereka masing-masing. Selama perjalanan mereka
selalu bersendau gurau. Entah saling mengejek atau apapun itu. Kali ini Vina
keceplosan mengatakan suatu hal yang tak disangka oleh kedua sahabatnya.
“Ravi ganteng yaa..”
Sedikit kata yang keluar dari mulut Vina yang mampu membuat Rizal menyipitkan
matanya sambil mencondongkan mukanya kearah Vina yang memandangnya tak percaya.
Rizal lebih terlihat merem ketimbang menyipitkan matanya karena dari awal mata
Rizal sudah sipit, jadi ketika ia menyipitkan matanya ataupun saat ia tertawa,
Rizal lebih terlihat memejamkan matanya. Maklum, tampang ala Chinese.
“Kenapa sih ngelihatnya
gitu banget Zal. Ada yang salah apa?” Vina mendorong pipi Rizal yang mengganggu
penglihatannya.
“Kamu menyukainyaaa??”
Tanya Rizal yang masih tak percaya.
“Kenapa kalau Vina
benar-benar menyukai Ravi? Kamu cemburu? Cepet-cepet move on gih Zal week.”
Cibir Uwi kepada Rizal.
“Apaan sih, aku udah
move on dari dulu lagiii, aku mah sekarang sukanya sama kamu.” Canda Rizal
kepada Uwi sambil mengerlingkan matanya.
“Apaan sih Zal,
bercandanya jelek deh.” Uwi sedikit mendorong lengan kanan Rizal.
“Haha memangnya kenapa
jika kenyataannya begitu? Aku ganteng, putih, tinggi, dan muka ala Chinese ini
jarang loh yang nyamain di Indonesia. Kurang apa aku coba?”
“Yaa kamu jangan tanya
aku dong, tanya gih sama Vina yang pernah nolak kamu dulu.”
“Yee apaan bisa
nyangkut ke aku segala. Aku kan nggak mau persahabatan kita rusak karena kamu
dulu suka Rizal Uwiii.” Sahut Vina yang tiba-tiba namanya disangkut pautin.
“Hah?! Tuh kan ketahuan
kamu suka akuuu wekk.” Cibir Rizal kemudian kepada Uwi.
“Nggaaakk, itu kan
dulu. Lagi pula aku takut kamu playboy, gigimu aja gigi kelinci noh.” Bantah
Uwi.
“Apa hubungannya dengan
gigiii??” Tanya Rizal yang seolah tak menyetujuinya jika ia dibilang playboy
hanya karena giginya gigi kelinci yang pada kenyataannya pacar aja nggak punya,
masak iya dibilang playboy.
Ω
Ω Ω
Waktu telah menunjukkan
pukul 23:00, seolah mata Vina sulit untuk dipejamkan. Bayangan Ravi seolah
selalu mengusiknya, memenuhi memori otaknya yang selalu terbayang wajah Ravi
yang menari-nari dalam benaknya. Sebenarnya ia kagum dengan paras Ravi yang menawan.
Dengan postur tubuhnya yang atletis, pria itu pantas menjadi pemain sepak bola.
Otak gadis itu memaksanya untuk kembali memutar kejadian tadi pagi saat ia
pertama kali bertemu dengan pria menyebalkan dan kejadian tadi siang disekolah
saat ia tak sengaja bertatapan dengan mata elang pria menyebalkan tersebut.
Sekalipun menyebalkan, entah kenapa Vina malah tertarik dengan pria tersebut.
Mungkin karena sifat cueknya yang membuat Vina penasaran ingin mengetahui sifat
aslinya lebih dalam.
Ω
Ω Ω
2 minggu telah berlalu,
tak memerlukan banyak waktu untuk Ravi
mengenali karakter sifat Vina, Rizal, dan Uwi, begitu juga sebaliknya. Mereka
berteman baik hingga saat ini. Malam ini adalah malam minggu yang diwarnai
dengan bintang-bintang yang bertebaran diangkasa seolah para bintang itu
mengawasi setiap gerak-gerik manusia yang ada dibumi. Vina, Ravi, Rizal, dan
Uwi berniat nongkrong di café tempat mereka biasa nongkrong. Akan tetapi Rizal
dan Uwi pulang lebih awal karena ada urusan yang lebih penting. Ravi tak
menyiakan moment itu begitu lewat saja, ia mulai mengungkapkan perasaannya
terhadap gadis didepannya yang sedang meminum secangkir kopi.
“Jatuh cinta pada pandangan pertama.” Ucap Ravi singkat.
“Uhuk uhuk…” Seketika
itu Vina langsung tersedak karena mendengar perkataan Ravi.
“Mak.. maksudmu?” Tanya
Vina agak terbata karena habis tersedak. Tangan Ravi meraih tangan Vina yang
berada diatas meja dan meletakkannya didada pria tersebut seraya meminta Vina
untuk menatap mata elang milik Ravi.
“Rasakanlah detakan jantungku,
dan tataplah mataku dalam-dalam. Apakah ada kebohongan yang terselip. Jikalau
ada, katakanlah padaku.” Pinta Ravi pada gadis yang ada dihadapannya.
“Aku mencintaimu,
jadilah pendamping hidupku saat ini hingga akhir hayatku.” Lanjut Ravi. Seketika
itu jantung Vina berdegup tak karuan, seolah seiring dengan degupan jantung
pria dihadapannya yang memegang tangannya erat yang diletakkan didada pria
tersebut serta menatap mata pria itu dalam-dalam seolah melihat ketulusan hati
Ravi dalam mengungkapkan perasaannya pada Vina.
“Hah?? Hahahaha, kamu
bercanda bukan. Pastilah kamu selalu mengatakan ini kepada setiap wanita.” Vina
segera menarik tangannya serta mengeluarkan tawa anehnya karena gugup dan salah
tingkah.
“Aku serius, aku bahkan
belum pernah pacaran sebelumnya, kamu yang pertama yang mampu membuatku luluh.”
“Kenapa begitu? Secepat
itukah? Kita bahkan belum lama kenal. Kamu yakin dengan persaanmu itu? Aku
bingung dengan sikapmu. Kamu berbeda dengan Ravi yang biasanya. Biasanya kamu
selalu terlihat cuek dan menyebalkan, tapi kali ini? Aku tak melihat kecuekanmu
itu.” Vina kembali mengumpulkan kesadarannya dan mengontrol dirinya agar tidak
terlihat salah tingkah. Ia bertanya panjang lebar dengan nada heran.
“Aku tahu banyak
tentangmu lewat Rizal. Kamu tipikal orang yang perhatian. Over perhatian pada Yesung.
Aku memang tak menyukai hal-hal yang berbau Korea, tapi aku iri pada Yesung. Aku juga ingin diperhatikan oleh
gadis yang ada dihadapanku saat ini. Kamu juga menyukaiku bukan?” Kata Ravi
yang menampakkan rasa irinya.
“Kamu hanya perlu
menjawab dengan anggukan dan gelengan saja. Kumohon berilah aku jawaban.” Kata
Ravi sambil menatap Vina tajam untuk meyakinkan bahwa ia sungguh-sungguh
mencintai Vina. Mata Vina mulai berkaca-kaca, menahan air matanya agar tak
keluar membasahi pipinya, tapi seolah air mata itu keluar dengan sendirinya
tanpa dikomando.
“Hei, kenapa kamu
menangis? Lihatlah keluar sana, usap air matamu. Para bintang akan marah padaku
jika aku membuatmu menangis, jika kamu menolakku, kamu hanya perlu menggeleng.
Aku akan mencoba menerima kenyataan.” Kata Ravi pelan dan halus yang berbeda
dengan biasanya. Dan benar saja, Vina menggelengkan kepalanya dan masih dalam
tangisannya.
“Terimakasih atas jawabanmu.
Mungkin memang aku yang terlalu pede, kukira kamu juga menyukaiku.” Kata Ravi
dengan nada kecewa dan menundukkan kepalanya.
“Aku mauu..” Jawab Vina
lirih dengan volume suara yang pelan yang nyaris tak terdengar.
“Hah? Apa kamu bilang??
Tolong ulangi??” Pinta Ravi dengan nada kaget dan ingin mendengar lagi untuk
memastikan bahwa ia tak salah dengar.
“Kamu kira aku
menggeleng karena menolakmu? Aku menggeleng karena aku tak menyangka, pria yang
selalu hadir dalam mimpiku, pria yang kukagumi dalam diam ternyata selama ini
juga memperhatikanku lewat cerita sahabatku.”
Ω
Ω Ω
Tidak ada komentar:
Posting Komentar